
Bismillahirrahmaanirrahiim, alhamdulillah,
segala puji hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala, dan sholawat serta salam
semoga selalu tercurahkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
keluarganya, para sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir jaman.
Tidak ada manusia terlahir dalam
keadaan pintar. Semua manusia terlahir dalam keadaan jahil (bodoh), tidak
mengetahui apa-apa. Lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan rahmatNya menurunkan
ilmu kepada kita.
Alhamdulillah dengan izin Allah kita
terlahir dalam keadaan Islam. Dan sebagai seorang muslim/muslimah, wajib bagi
kita untuk mengetahui apa yang baik dan buruk bagi kita, mana yang memberikan
maslahat bagi kehidupan kita dunia dan akhirat, mana yang menimbulkan mudharat
atau bahkan mencelakakan kita dunia dan akhirat. Bagaimana caranya agar kita
tahu? Tentu saja dengan menuntut ilmu. Karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam bersabda: “Menuntut ilmu adalah
kewajiban setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, shahih).
Ilmu apa yang wajib bagi seorang
muslim? Tentu saja ilmu syar’i akhi! Ilmu dien, ilmu agama. Sebagai seorang
muslim kita wajib mengetahui agama kita sendiri yang sangat kita butuhkan tiap
harinya. Kita seharusnya bukan hanya sekedar mengekor orang-orang atau
membangun ibadah bukan di atas pijakan dalil atau sekedar mengekor budaya non
muslim. Seorang muslim mesti belajar sehingga keadaan dirinya bisa jadi lurus
dan berada dalam tuntunan yang benar dalam beragama.
Banyak kemuliaan yang bisa kita
dapatkan dengan kita menuntut ilmu, di antaranya:
1. Allah akan mudahkan jalannya menuju surga. Rasulullah
‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa
yang menemuh jalan menuntut ilmu agama, maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga.” (HR. Muslim). Benar, dengan menuntut ilmu, maka kita
bisa menghasilkan amalan yang ikhlas dan sesuai dengan contoh Rasul sehingga
dengan begitu jalan menuju surga akan mudah, Insya Allah.
2. Orang yang belajar agama, merekalah yang dikehendaki
kebaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang Allah kehendaki
mendapatkan kebaikan, maka Allah membuatnya faqih (paham) agama.”
(Muttafaqun ‘alaih). Ibnu Umar berkata, “Faqih adalah orang yang zuhud di dunia
selalu mengharap akhirat.” (Syarh Ibnu Batthol).
3. Ilmu bisa kekal sedangkan harta bisa binasa. Ketika
ilmu terus dimanfaatkan oleh orang lain, maka pahalanya akan terus mengalir
meskipun si pemilik ilmu telah tiada, baik ilmu tadi berupa ceramah agama atau
berupa tulisan. Sebagaimana sabda Rasul ‘Alaihi Wasallam “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali
tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak
yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)
4. Orang yang menuntut ilmu berarti telah mendapatkan
warisan para nabi karena para nabi tidaklah mewariskan harta maupun uang, yang
mereka wariskan adalah ilmu agama.
Sebagaimana
disebutkan dalam hadits, َّ“Sesungguhnya
para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu.
Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang
banyak.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi,shahih)
5. Ilmu menghidupkan hati sebagaimana hujan menyuburkan
tanah.
Dari Abu
Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Permisalan
petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan
yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa
menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak.
Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun
tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah
memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum
dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan
manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah
tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air).
Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran
yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia
mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat
kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku
untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
6. Hanya orang berilmu yang paling takut pada Allah.
Hal ini bisa
direnungkan dalam ayat, “Sesungguhnya yang takut
kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).
Ibnu
Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut
pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu).
Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha
Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu
ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan
akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).
Para ulama
berkata, “Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada
Allah.”
7. Wajib bagi kita berilmu sebelum beramal, karena ilmu
yang bermanfaat menghasil-kan amalan yang diterima. “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19).
Berdasarkan
dalil ini, Imam Bukhari berkata, “Al ilmu qoblal qoul wal ‘amal, artinya ilmu
sebelum berkata dan beramal.” Ibnul Munir berkata, “Yang dimaksud perkataan
Bukhari adalah ilmu merupakan syarat sah perkataan dan amalan. Jadi ucapan dan
amalan tidaklah dianggap kecuali didahului ilmu.” (Fathul Bari, 1: 160).
Mu‟adz bin
Jabal –radhiyallahu anhu- mengatakan, “Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu
berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma‟ruf wan Nahyu „anil
Mungkar, hal. 15)
Ar Robi‟ bin
Nafi‟ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan, “Tidakkah engkau
mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ilmuilah‟, kemudian
Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)
Dan sabda
Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Barangsiapa
membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada
asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim
no. 1718).
8. Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu di
akhirat dan di dunia
Di akhirat,
Allah akan meninggikan derajat orang
yang berilmu beberapa derajat berbanding lurus dengan amal dan dakwah yang
mereka lakukan. Sedangkan di dunia,
Allah meninggikan orang yang berilmu dari hamba-hamba yang lain sesuai dengan ilmu
dan amalan yang dia lakukan. Allah
Ta‟ala berfirman, “Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al Mujadalah: 11)
Apabila banyak sekali kemuliaan
apabila kita menuntut ilmu syar’i, tentu saja akan ada celaan bagi orang yang
fakir terhadap ilmu agama. Seperti firman Allah Ta’ala: “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang
mereka tentang (kehidupan) akhirat benar-benar lalai.” (QS. Ar Ruum: 7).
Bahkan dalam sebuah hadits Allah
mengancam orang yang tahu banyak tentang ilmu dunia namun fakir terhadap ilmu
agama. “Sesungguhnya Allah murka terhadap
orang yang berilmu tentang dunia namun bodoh terhadap akhirat.” (HR. Abu
Daud, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi).
Nah, setelah mengetahui keutamaan
menuntut ilmu yang begitu mulia, kita harus tahu ilmu agama apa yang wajib kita
ketahui? Tentu saja ilmu agama yang bersifat wajib, yaitu dengan ilmu ini
seseorang tidak sampai meninggalkan kewajiban dan menerjang yang haram. Ini
berarti kita punya kewajiban mempelajari akidah yang benar, tauhid yang tidak
ternodai syirik, cara wudhu, shalat dan ibadah lainnya sesuai yang Rasul kita
ajarkan, dan seterusnya.
Ilmu yang wajib dipelajari bagi
manusia adalah ilmu yang menuntut untuk diamalkan saat itu, adapun ketika
amalan tersebut belum tertuntut untuk diamalkan maka belum wajib untuk
dipelajari. Jadi ilmu mengenai tauhid, mengenai 2 kalimat syahadat, mengenai
keimanan adalah ilmu yang wajib dipelajari ketika seseorang menjadi muslim,
karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui.
Kemudian ilmu mengenai shalat,
hal-hal yang berkaitan dengan shalat, seperti bersuci dan lainnya, merupakan
ilmu berikutnya yang harus dipelajari. Kemudian ilmu tentang hal-hal yang halal
dan haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya.
Contohnya seseorang yang saat ini
belum mampu berhaji, maka ilmu tentang haji belum wajib untuk ia pelajari saat
ini. Akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, ia wajib mengetahui ilmu
tentang haji dan segala sesuatu yang berkaitan dengan haji. Adapun ilmu tentang
tauhid, tentang keimanan, adalah hal pertama yang harus dipelajari karena
setiap amalan yang ia lakukan tentunya berkaitan dengan niat. Kalau niatnya dalam
melakukan ibadah karena Allah maka itulah amalan yang benar. Adapun kalau
niatnya karena selain Allah maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika
dilatarbelakangi dengan aqidah dan tauhid yang benar.
Siapapun kita, mau gubernur,
pejabat, pengusaha, mahasiswa, pengangguran, selama KTP kita masih Islam, maka
menuntut ilmu syar’i adalah sesuatu yang wajib. Tidak ada kata terlambat dalam
menuntut ilmu syar’i, karena dengan ilmu ini, kita bisa meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat. Apabila kita bisa kerahkan kekuatan kita untuk menguasai
berbagai disiplin ilmu dunia seperti teknik, kedokteran, pertanian, masa iya
kita tak punya kekuatan untuk menuntut ilmu syar’i? Sedangkan media untuk
mereguk manisnya ilmu sudah banyak.
Sungguh bagus perkataan ‘Umar bin ‘Abdul
Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka
dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil
Ma‟ruf wan Nahyu anil Mungkar, hal. 15). Maka tunggu apalagi, ayo kita menuntut
ilmu syar’i, selama nyawa masih dikandung badan.
Semoga Allah senantiasa memberi kita
bertaufik agar setiap amalan kita menjadi benar karena telah diawali dengan
ilmu terdahulu. Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat, amal yang
sholeh yang diterima, dan rizki yang thoyib.
“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadamu
rizki yang baik, ilmu yang bermanfaat, dan amalan yang diterima” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 925,
Al-Ismaa’iliy dalamMu’jamusy-Syuyuukh hal.
624-625 no. 255, dan yang lainnya; shahih]
SUMBER:
Abul Jauzaa.
1434 H. Doa Mohon Ditambahkan Ilmu. http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/08/doa-memohon-ditambahkan-ilmu.html
Muhammad
AbduhTuasikal. 1430 H. Ilmu adalah Pemimpin Amalan. Artikel: rumaysho.com
Muhammad
Abduh Tuasikal. 1433 H. Belajar Agama. Artikel: muslim.or.id
Muhammad
Abduh Tuasikal. 1434 H. Keutamaan Ilmu Agama. Artikel: rumaysho.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar