Sabtu, 21 Juni 2014

YUK KITA MENUNTUT ILMU SYAR’I !


Bismillahirrahmaanirrahiim, alhamdulillah, segala puji hanya ditujukan kepada Allah Ta’ala, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarganya, para sahabatnya, dan pengikutnya hingga akhir jaman.

       Tidak ada manusia terlahir dalam keadaan pintar. Semua manusia terlahir dalam keadaan jahil (bodoh), tidak mengetahui apa-apa. Lalu Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan rahmatNya menurunkan ilmu kepada kita.

      Alhamdulillah dengan izin Allah kita terlahir dalam keadaan Islam. Dan sebagai seorang muslim/muslimah, wajib bagi kita untuk mengetahui apa yang baik dan buruk bagi kita, mana yang memberikan maslahat bagi kehidupan kita dunia dan akhirat, mana yang menimbulkan mudharat atau bahkan mencelakakan kita dunia dan akhirat. Bagaimana caranya agar kita tahu? Tentu saja dengan menuntut ilmu. Karena Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah, shahih).

           Ilmu apa yang wajib bagi seorang muslim? Tentu saja ilmu syar’i akhi! Ilmu dien, ilmu agama. Sebagai seorang muslim kita wajib mengetahui agama kita sendiri yang sangat kita butuhkan tiap harinya. Kita seharusnya bukan hanya sekedar mengekor orang-orang atau membangun ibadah bukan di atas pijakan dalil atau sekedar mengekor budaya non muslim. Seorang muslim mesti belajar sehingga keadaan dirinya bisa jadi lurus dan berada dalam tuntunan yang benar dalam beragama.


            Banyak kemuliaan yang bisa kita dapatkan dengan kita menuntut ilmu, di antaranya:

1.    Allah akan mudahkan jalannya menuju surga. Rasulullah ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang menemuh jalan menuntut ilmu agama, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim). Benar, dengan menuntut ilmu, maka kita bisa menghasilkan amalan yang ikhlas dan sesuai dengan contoh Rasul sehingga dengan begitu jalan menuju surga akan mudah, Insya Allah.

2.   Orang yang belajar agama, merekalah yang dikehendaki kebaikan sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan kebaikan, maka Allah membuatnya faqih (paham) agama.” (Muttafaqun ‘alaih). Ibnu Umar berkata, “Faqih adalah orang yang zuhud di dunia selalu mengharap akhirat.” (Syarh Ibnu Batthol).

3.      Ilmu bisa kekal sedangkan harta bisa binasa. Ketika ilmu terus dimanfaatkan oleh orang lain, maka pahalanya akan terus mengalir meskipun si pemilik ilmu telah tiada, baik ilmu tadi berupa ceramah agama atau berupa tulisan. Sebagaimana sabda Rasul ‘Alaihi Wasallam “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh.” (HR. Muslim no. 1631)

4.  Orang yang menuntut ilmu berarti telah mendapatkan warisan para nabi karena para nabi tidaklah mewariskan harta maupun uang, yang mereka wariskan adalah ilmu agama.  

Sebagaimana disebutkan dalam hadits, َّ“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi,shahih)

5.     Ilmu menghidupkan hati sebagaimana hujan menyuburkan tanah.
Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah  tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

6.      Hanya orang berilmu yang paling takut pada Allah.
Hal ini bisa direnungkan dalam ayat, Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).

Para ulama berkata, Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah.

7.   Wajib bagi kita berilmu sebelum beramal, karena ilmu yang bermanfaat menghasil-kan amalan yang diterima. “Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19).

Berdasarkan dalil ini, Imam Bukhari berkata, “Al ilmu qoblal qoul wal ‘amal, artinya ilmu sebelum berkata dan beramal.” Ibnul Munir berkata, “Yang dimaksud perkataan Bukhari adalah ilmu merupakan syarat sah perkataan dan amalan. Jadi ucapan dan amalan tidaklah dianggap kecuali didahului ilmu.” (Fathul Bari, 1: 160).

Mu‟adz bin Jabal –radhiyallahu anhu- mengatakan, “Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.” (Al Amru bil Ma‟ruf wan Nahyu „anil Mungkar, hal. 15)

Ar Robi‟ bin Nafi‟ darinya, bahwa Sufyan membaca ayat ini, lalu mengatakan, “Tidakkah engkau mendengar bahwa Allah memulai ayat ini dengan mengatakan ilmuilah‟, kemudian Allah memerintahkan untuk beramal?” (Fathul Bari, Ibnu Hajar, 1/108)

Dan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam urusan kami ini (urusan agama) yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak” (HR. Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718).

8.     Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu di akhirat dan di dunia 
Di akhirat, Allah akan meninggikan derajat  orang yang berilmu beberapa derajat berbanding lurus dengan amal dan dakwah yang mereka lakukan.  Sedangkan di dunia, Allah meninggikan orang yang berilmu dari hamba-hamba yang lain sesuai dengan ilmu dan amalan yang dia lakukan.  Allah Ta‟ala berfirman, “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al Mujadalah: 11)

      Apabila banyak sekali kemuliaan apabila kita menuntut ilmu syar’i, tentu saja akan ada celaan bagi orang yang fakir terhadap ilmu agama. Seperti firman Allah Ta’ala: “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat benar-benar lalai.” (QS. Ar Ruum: 7).

     Bahkan dalam sebuah hadits Allah mengancam orang yang tahu banyak tentang ilmu dunia namun fakir terhadap ilmu agama. “Sesungguhnya Allah murka terhadap orang yang berilmu tentang dunia namun bodoh terhadap akhirat.” (HR. Abu Daud, Ibnu Hibban, dan Al-Baihaqi).

    Nah, setelah mengetahui keutamaan menuntut ilmu yang begitu mulia, kita harus tahu ilmu agama apa yang wajib kita ketahui? Tentu saja ilmu agama yang bersifat wajib, yaitu dengan ilmu ini seseorang tidak sampai meninggalkan kewajiban dan menerjang yang haram. Ini berarti kita punya kewajiban mempelajari akidah yang benar, tauhid yang tidak ternodai syirik, cara wudhu, shalat dan ibadah lainnya sesuai yang Rasul kita ajarkan, dan seterusnya.

    Ilmu yang wajib dipelajari bagi manusia adalah ilmu yang menuntut untuk diamalkan saat itu, adapun ketika amalan tersebut belum tertuntut untuk diamalkan maka belum wajib untuk dipelajari. Jadi ilmu mengenai tauhid, mengenai 2 kalimat syahadat, mengenai keimanan adalah ilmu yang wajib dipelajari ketika seseorang menjadi muslim, karena ilmu ini adalah dasar yang harus diketahui. 

  Kemudian ilmu mengenai shalat, hal-hal yang berkaitan dengan shalat, seperti bersuci dan lainnya, merupakan ilmu berikutnya yang harus dipelajari. Kemudian ilmu tentang hal-hal yang halal dan haram, ilmu tentang mualamalah dan seterusnya. 

    Contohnya seseorang yang saat ini belum mampu berhaji, maka ilmu tentang haji belum wajib untuk ia pelajari saat ini. Akan tetapi ketika ia telah mampu berhaji, ia wajib mengetahui ilmu tentang haji dan segala sesuatu yang berkaitan dengan haji. Adapun ilmu tentang tauhid, tentang keimanan, adalah hal pertama yang harus dipelajari karena setiap amalan yang ia lakukan tentunya berkaitan dengan niat. Kalau niatnya dalam melakukan ibadah karena Allah maka itulah amalan yang benar. Adapun kalau niatnya karena selain Allah maka itu adalah amalan syirik. Ini semua jika dilatarbelakangi dengan aqidah dan tauhid yang benar.

   Siapapun kita, mau gubernur, pejabat, pengusaha, mahasiswa, pengangguran, selama KTP kita masih Islam, maka menuntut ilmu syar’i adalah sesuatu yang wajib. Tidak ada kata terlambat dalam menuntut ilmu syar’i, karena dengan ilmu ini, kita bisa meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Apabila kita bisa kerahkan kekuatan kita untuk menguasai berbagai disiplin ilmu dunia seperti teknik, kedokteran, pertanian, masa iya kita tak punya kekuatan untuk menuntut ilmu syar’i? Sedangkan media untuk mereguk manisnya ilmu sudah banyak.

   Sungguh bagus perkataan ‘Umar bin ‘Abdul Aziz rahimahullah, “Barangsiapa yang beribadah kepada Allah tanpa ilmu, maka dia akan membuat banyak kerusakan daripada mendatangkan kebaikan.” (Al Amru bil Ma‟ruf wan Nahyu anil Mungkar, hal. 15). Maka tunggu apalagi, ayo kita menuntut ilmu syar’i, selama nyawa masih dikandung badan.

   Semoga Allah senantiasa memberi kita bertaufik agar setiap amalan kita menjadi benar karena telah diawali dengan ilmu terdahulu. Semoga Allah memberikan kita ilmu yang bermanfaat, amal yang sholeh yang diterima, dan rizki yang thoyib.

“Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepadamu rizki yang baik, ilmu yang bermanfaat, dan amalan yang diterima” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 925, Al-Ismaa’iliy dalamMu’jamusy-Syuyuukh hal. 624-625 no. 255, dan yang lainnya; shahih]

SUMBER:
Abul Jauzaa. 1434 H. Doa Mohon Ditambahkan Ilmu. http://abul-jauzaa.blogspot.com/2013/08/doa-memohon-ditambahkan-ilmu.html
Muhammad AbduhTuasikal. 1430 H. Ilmu adalah Pemimpin Amalan. Artikel: rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal. 1433 H. Belajar Agama. Artikel: muslim.or.id

Muhammad Abduh Tuasikal. 1434 H. Keutamaan Ilmu Agama. Artikel: rumaysho.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar