Sabtu, 10 Mei 2014

AGAR AMALAN KITA DITERIMA


Sebagai manusia, kita diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk beribadah. Allah Ta’ala berfirman: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Ad-Dzaaryat: 56). Allah tentu tidak menciptakan kita tidak sia-sia bukan? Allah menciptakan kita dengan tujuan utama untuk beribadah kepadaNya. Hal itu bisa jadi terasa wajar karena Allah Ta’ala telah mengkaruniakan berbagai macam nikmat kepada kita. Banyak ayat-ayat yang menceritakan betapa banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak” (QS. Al-Kautsar: 1). Tentu sebagai hamba yang beriman, kita wajib hukumnya beribadah dan beramal shaleh sebagai wujud syukur kita terhadap berbagai macam nikmat yang diberikan olehNya.
            Selain itu, tentu kita beribadah dan beramal shaleh agar kita bisa meraih ridhoNya, rahmatNya, dan juga agar kita bisa dimasukkan dalam surgaNya. Allah berfirman: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mu‟min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta‟atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyu‟, laki- laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al-Ahzaab: 35). Meski kita masuk surga karena rahmat Allah, tapi bagaimana kita bisa meraih rahmatNya apabila kita tidak mau mentaati perintahNya?


            Nah saudaraku, setelah kita tahu kenapa kita harus beribadah kepadaNya, mungkin akan timbul pertanyaan. Bagaimana caranya agar amalan kita atau ibadah kita bisa diterima di sisi Allah Subhanahu Wa Ta’ala? Tentu kita tidak mau bukan amalan kita menjadi sia-sia karena tidak tahu apa syarat-syarat yang membuat amalan kita diterima? Seperti firman Allah: “Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan” (QS. Al-Furqon: 23).
            Sederhananya, ada dua syarat apabila keduanya terpenuhi maka amalan/ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala (Insya Allah), yaitu ikhlas dan sesuai dengan contoh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Ikhlas adalah memurnikan niat dari segala keinginan duniawi, sehingga ia beramal hanya karena Allah Ta’ala, bukan karena orangtua, presiden, ustadz, kekasih, dan makhluk-makhluk lainnya. Allah berfirman: “Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepadaNya...” (QS. Ghafir: 14).
Sedang dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Sesungguhnya amalan itu hanya dinilai bila disertai dengan niat. Dan sesungguhnya masing-masing orang akan men-dapat pahala sesuai yang dia niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
            Syarat keduanya adalah sesuai dengan contoh Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Dalil dalam Al-Qur’an antara lain firman Allah: “...Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah....” (QS Al-Hasyr: 7). Lalu: Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS Ali Imran: 31).
                Sedangkan dalil dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718).
            Dengan begitu, telah jelaslah saudaraku yang kucintai karena Allah, bahwa agama ini adalah agama yang tegak di atas dalil, tegak di atas contoh, bukan berdasarkan apa yang me-nurut kita baik. Kita beramal dengan keikhlasan yang luar biasa, namun ternyata amalan badannya tidak ada contohnya dari Rasulullah, dibuat-buat oleh kita sendiri, atau amalannya berdasarkan apa kata kyai dan ternyata tidak sampai kepada Rasulullah, maka amalan itu ter-tolak. Amalan yang bagus sesuai dengan contoh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, namun ternyata niat kita dalam beribadah bukan karena Allah, melainkan karena mengharap pujian manusia, tentu amalannya tertolak. Amalan hati berupa keikhlasan harus diiringi dengan amalan badan yang sesuai dengan contoh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
            Nah, dengan begitu mulailah untuk beribadah dengan ikhlas dan sesuai dengan contoh dari Rasulullah, suri tauladan kita, sebaik-baik manusia yang diciptakan Allah dan diturunkan untuk kemaslahatan umat manusia, rahmat semesta alam. Buanglah jauh-jauh pikiran “yang penting niatnya...” , “niat saya kan baik...” , agar amalan yang kita anggap baik tidak terbang bagaikan debu alias sia-sia. Subhanallah...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar