Sebagai manusia, kita diperintahkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala untuk beribadah. Allah Ta’ala berfirman: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Ad-Dzaaryat: 56). Allah tentu tidak menciptakan kita tidak sia-sia bukan? Allah menciptakan kita dengan tujuan utama untuk beribadah kepadaNya. Hal itu bisa jadi terasa wajar karena Allah Ta’ala telah mengkaruniakan berbagai macam nikmat kepada kita. Banyak ayat-ayat yang menceritakan betapa banyak nikmat yang telah Allah berikan kepada kita. “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak” (QS. Al-Kautsar: 1). Tentu sebagai hamba yang beriman, kita wajib hukumnya beribadah dan beramal shaleh sebagai wujud syukur kita terhadap berbagai macam nikmat yang diberikan olehNya.
Selain itu, tentu kita beribadah dan
beramal shaleh agar kita bisa meraih ridhoNya, rahmatNya, dan juga agar kita
bisa dimasukkan dalam surgaNya. Allah berfirman: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mu‟min, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam keta‟atannya,
laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar,
laki-laki dan perempuan yang khusyu‟, laki- laki dan perempuan yang bersedekah,
laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara
kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al-Ahzaab:
35). Meski kita masuk surga karena rahmat Allah, tapi bagaimana kita bisa
meraih rahmatNya apabila kita tidak mau mentaati perintahNya?
Nah saudaraku, setelah kita tahu
kenapa kita harus beribadah kepadaNya, mungkin akan timbul pertanyaan.
Bagaimana caranya agar amalan kita atau ibadah kita bisa diterima di sisi Allah
Subhanahu Wa Ta’ala? Tentu kita tidak mau bukan amalan kita menjadi sia-sia
karena tidak tahu apa syarat-syarat yang membuat amalan kita diterima? Seperti
firman Allah: “Dan kami hadapi segala
amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang
berterbangan” (QS. Al-Furqon: 23).
Sederhananya, ada dua syarat apabila keduanya terpenuhi
maka amalan/ibadah kita diterima oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ala (Insya Allah),
yaitu ikhlas dan sesuai dengan contoh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
Ikhlas adalah memurnikan niat dari segala keinginan duniawi, sehingga ia
beramal hanya karena Allah Ta’ala, bukan karena orangtua, presiden, ustadz,
kekasih, dan makhluk-makhluk lainnya. Allah berfirman: “Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan
kepadaNya...” (QS. Ghafir: 14).
Sedang
dalam sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam: “Sesungguhnya amalan itu hanya dinilai bila disertai dengan niat. Dan
sesungguhnya masing-masing orang akan men-dapat pahala sesuai yang dia
niatkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Syarat keduanya adalah sesuai dengan contoh Nabi Muhammad
Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Dalil dalam Al-Qur’an antara lain firman Allah:
“...Apa yang diberikan
Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah....” (QS
Al-Hasyr: 7). Lalu: “Katakanlah:
"Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”
(QS Ali Imran: 31).
Sedangkan
dalil dari sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam “Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan
tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718).
Dengan begitu, telah jelaslah saudaraku yang kucintai
karena Allah, bahwa agama ini adalah agama yang tegak di atas dalil, tegak di
atas contoh, bukan berdasarkan apa yang me-nurut kita baik. Kita beramal dengan
keikhlasan yang luar biasa, namun ternyata amalan badannya tidak ada contohnya
dari Rasulullah, dibuat-buat oleh kita sendiri, atau amalannya berdasarkan apa
kata kyai dan ternyata tidak sampai kepada Rasulullah, maka amalan itu
ter-tolak. Amalan yang bagus sesuai dengan contoh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi
Wasallam, namun ternyata niat kita dalam beribadah bukan karena Allah,
melainkan karena mengharap pujian manusia, tentu amalannya tertolak. Amalan
hati berupa keikhlasan harus diiringi dengan amalan badan yang sesuai dengan
contoh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam.
Nah, dengan begitu mulailah untuk beribadah dengan ikhlas
dan sesuai dengan contoh dari Rasulullah, suri tauladan kita, sebaik-baik
manusia yang diciptakan Allah dan diturunkan untuk kemaslahatan umat manusia,
rahmat semesta alam. Buanglah jauh-jauh pikiran “yang penting niatnya...” ,
“niat saya kan baik...” , agar amalan yang kita anggap baik tidak terbang
bagaikan debu alias sia-sia. Subhanallah...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar